JAKA TARUB DAN 7 BIDADARI
Tokoh drama :
Dahulu kala di desa terpencil, tinggallah seorang Ibu dan anaknya yang
bernama Jaka Tarub. Jaka Tarub sudah ditinggal ayahnya sejak ia masih kecil. Suatu
hari mereka sedang bertani di sawah.
Ibu Jaka
Tarub : “Uhuk.. uhuk..” (batuk)
Jaka
Tarub : “Ibu kenapa?”
Ibu Jaka
Tarub : “Ibu tidak apa-apa nak. Hanya batuk biasa saja”
Jaka
Tarub : “Kalau begitu biar saya saja
yang menyelesaikan pekerjaan Ibu hari ini”
Ibu Jaka
Tarub : “Terima kasih nak, ibu masih kuat kok
Jaka Tarub : “ Tidak apa-apa ibu, biar jaka saja yang
mengerjakannya
Ibu Jaka
Tarub : “ Ibu beruntung memiliki anak
seperti kamu nak”
Hari Sudah
Semakin Petang
Ibu Jaka
Tarub : “ Nak hari sudah hampir
petang, kita akhiri pekerjaan hari ini ya...
Jaka Tarub : “ Hmm... baik bu”
Sesampainya
dirumah mereka makan malam dan berbincang-bincang.
Ibu Jaka
Tarub : “Nak, ada yang ingin Ibu
katakan padamu”
Jaka
Tarub : “Ada apa bu?”
Ibu Jaka Tarub : “Nak, Ibu lihat kamu sudah dewasa, sudah
pantas untuk meminang gadis. Lekaslah menikah, Ibu ingin menimang cucu
sebelum Ibu pergi”
Jaka
Tarub : “Tapi saya belum ingin
menikah bu”
Ibu Jaka
Tarub : “Tapi jika ibu sudah tiada nanti, siapa yang akan mengurusmu?”
Jaka
Tarub : “Jangan berbicara seperti itu
bu”
Ibu Jaka
Tarub : “Ibu hanya merasa semakin lelah nak…”
“ Ada yang berbeda dari ibuk hari
ini” ( termenung dan berfikir)
Keesokan
harinya.
Jaka
Tarub : “Tumben ibu yang menyiapkan
semuanya hari ini”
Ibu Jaka
Tarub : “Sudahlah, tidak apa-apa. Ibu ingin kamu tidak terlalu kelelahan saat
bekerja”
Jaka
Tarub : “Terimakasih bu”
Ibu Jaka
Tarub : “Ya, sama-sama nak.
Sepertinya hari ini ibu tidak bias pergi bertani denganmu”
Jaka Tarub : “Ya sudah, biar jaka saja buk. Ibu istirahat saja di rumah. Ya
sudah ibu Saya pergi dulu bu”
Jaka
Tarub : “Iya nak. Hati-hati ya”
Jaka pun
menuju sawahnya untuk bertani. Walaupun hanya pergi bekerja sendirian ia tetap
semangat demi ibunya yang sedang lemah di rumah.
Laras : “Andai saja dia jadi suamiku. Aku
pasti bahagia” (senyum meringis)
Hari sudah
petang. Saatnya Jaka Tarub pulang ke rumah membawa hasil panennya.
Jaka Tarub : “Assalamu’alaikum bu. Bu.. bu.. Ibu kemana
ya? Kok rumah berantakan?”
Tak lama kemudian Jaka Tarub menemukan ibunya tergeletak di lantai.
Jaka Tarub : “Ibuuuuuuuuuuu!!” (menghampiri ibunya),
ibu.. ibu kenapa bu.........
Ibu Jaka
Tarub : “Maafkan semua kesalahan ibu nak. Ibu harus pergi. Ini permintaan
terakhir ibu, carilah pendamping
hidupmu, agar ada yang mengurusmu nanti jaka”
Jaka Tarub : “Jangan tinggalkan Jaka buuuuuuuuu”
(menangis)
Jaka Tarub menyesali perbuatannya yang telah membiarkan ibunya yang lemah
di rumah sendirian. Ia kemudian menyendiri dan terlihat selalu murung.
Suatu hari
Jaka Tarub pergi ke hutan untuk menghilangkan beban pikirannya.
Adegan II :
(Di
Kahyangan)
Terlihat 7
bidadari cantik sedang meminta ijin kepada ayah dan ibunya untuk pergi ke
mayapada (bumi).
Bidadari 7 : “huaaaaap.... hari ini begitu cerah,
matahari membangunkanku dari mimpi”
Bidadari 6 : “Rasanya tadi aku bermimpi pori-poriku seperti tertusuk air,
rasanya sejuk banget” (sambil memejam mata)
Bidadari 7 : “ tertusuk bagaimana ? kamu ini aneh dech kalau ngomong yang ada
itu pisau yang nusuk dan sakitnya itu disini”
Suasana
ditaman bidadari 5 menghampiri bidadari 4 3 2 yang sedang duduk ditaman sambil
bercengkrama.
Bidadari 5 : “ kakak,,”
Bidadari 432 : “ya adikku, ada apa. Hmm...... Harum
sekali kamu pagi ini.
Bidadari 5 : “ heheheh iya kak,. kak ayo kita ke mayapada, aku ingin ke bumi
mandi didanau, aku rindu.
Bidadari 4 : “wah... ide bagus itu, kebetulan kita sudah lama tidak ke
mayapada sejak musim dingin ini.
Bidadari 3 : “Ya sudah nanti kakk akan bicara dengan kak
ayu dulu ya.
Dengan senangnya bidadari 5
menghampiri bidadari 6 & 7 untuk memberitahu kalau mereka akan ke mayapada.
Bidadari 5 : ish bau... kalian jorok dech kok belum mandi sih. Entar ibu
marah loh kalau kita pergi tapi badan masih bau.
Bidadari 7 : “ emang kita mau kemana ?
Bidadari 5 : “kita akan ke mayapada,, kita akan mandi
didanau,, “
Bidadari 6 : “ wah rasanya bagai nusuk ke dada,, dinginnya akan meraba
darahku. Wahhh... rasaya itu ????? “ sambil menghayal”
Bidadari 7 : “kamu kebiasaan dech,, menghayal kamu sampai keujung tanduk,
tidak tau artinya tapi asal menyebutkan.
Ketika
sedang berkumpul bidadari 1 sedang terlihat membawa bunga dan ingin menata vas bunga
diruang tamu.
Bidadari 2 : “kakak.. adik bidadari ingin kebumi, mereka
ingin mandi didanau.
Bidadari 4 :“ayo kita ke bumi yuk kak,, kami rindu ingin
mandi didanau kak,,”
Bidadari 765432
: “iya kak, ayo kita pergi sekarang kak.
Bidadari 1 :
“iya tunggu sebentar, kakk minta izin dulu dong sama ayah. Kalau ayah
mengijinkan kita akan pergi hari ini .
Bidadari
23456 : “iya kak ayo minta izin sekarang kak, sebelum matahari terbenam”
Ibu dan ayah
bidadari sedang duduk sambil minum kopi dibilik taman belakang
Bidadari 1 : “Ayah, Ibu, saya dan adik-adik mohon izin untuk pergi ke
mayapada, mereka rindu ingin mandi didanau”
Raja Ajisaka : “Pergilah nak, tapi ingat pada saat terompet
kerajaan berbunyi kalian semua harus segera kembali ke istana”
Bidadari
2 : “Iya ayah, kami semua
mengerti”
Bidadari
3 : “Kami akan segera kembali
ketika terompet kerajaan berbunyi”
Ratu
SkarDewi : “Berhati-hatilah nak”
7 Bidadari
: “Baik bu”
Suatu ketika
Jaka Tarub sedang dihutan untuk menghilangkan kepenatan sambil berburu makan
siang. Tanpa disengaja Jaka Tarub mendengar sayup-sayup suara wanita yang
sedang bercanda.
Jaka
Tarub : “sepertinya aku mendengar
suara canda wanita,,
Hmm,,, dimana ya (Dengan mengendap-ngendap Jaka Tarub mecari)
Jaka Tarub : “Wah.. wah.. ada 7 wanita cantik ternyata. Mungkin salah diantara
mereka adalah jodohku”
Jaka Tarub berjalan mendekat menuju danau.
Kemudian ia menemukan pakaian wanita-wanita tersebut yang tergeletak
berserakan. Setelah memilih, ia mencuri salah selendang dan menyembunyikannya.
(Terompet
Kerajaan dari kahyangan berbunyi)
Bidadari
1 : “Cepat adik-adikku, saatnya
kita kembali ke kahyangan. Ayah sudah memanggil kita untuk pulang”
Nawang
Wulan : “Tapi kak, selendang merahku
tidak ada. Aku tidak bias pulang tanpa selendang itu”
(Bidadari
yang lain sibuk mencari selendang Nawang Wulan)
Bidadari
4 : “Bagaimana ini..? Padalah
selendang adik Nawang Wulan tadi ada di sebelah selendangku”
Bidadari
5 : “Aku sudah mencoba mencari
selendang adik Nawang Wulan, tapi tak kunjung ku temukan juga”
Bidadari
6 : “Ya, aku juga sudah mencoba
mencarinya, apa yang harus kita lakukan kakak?”
Bidadari 1
: “Kita tidak bias terus-terusan
berada di mayapada. Kita harus pulang ke kahyangan sekarang juga. Maafkan kami
adik Nawang Wulan, mungkin sudah takdir adik untuk tinggal di mayapada”
Nawang
Wulan : “Tapi kak, bagaimana dengan
aku disini?”
Bidadari
1 : “Kami tidak bias berbuat
apa-apa Nawang Wulan. Jaga dirimu baik-baik. Selamat tinggal adik Nawang Wulan”
Nawang
Wulan : “Kakaaaaaaaaaaaaaaaak!!” (menangis)
Keenam
bidadari cantik itu pun meninggalkan Nawang Wulan sendirian. Selendang merah
Nawang Wulan masih belum ia temukan. Nawang Wulan merasa kesepian dan menangis
di tepi danau.
Jaka Tarub
pun akhirnya keluar dari persembunyiannya. Ia mendekati Nawang Wulan dan
menghiburnya.
Jaka
Tarub : “Mengapa engkau menangis
gadis cantik?”
Nawang
Wulan : “Selendang merahku hilang.
Aku tidak bias kembali ke kahyangan tanpa selendang itu”
Jaka
Tarub : “Kahyangan? Jadi kau adalah
seorang bidadari?”
Nawang
Wulan : (diam karena takut untuk
menjawab)
Jaka
Tarub : “Tidak usah takut begitu, aku
tak akan melukaimu bidadari cantik. Daripada tinggal di hutan ini sendirian,
bagaimana jika kau ikut ke rumahku? Kau bias tinggal di rumahku untuk
sementara”
Nawang
Wulan : ”Benarkah?”
Jaka
Tarub : “Ya, kau bias tinggal selama
apapun kau mau. Pakailah ini” (memberikan sebuah selendang)
Nawang
Wulan : “Terima kasih”
Jaka
Tarub : “Oh ya, siapa namamu?”
Nawang Wulan
: “Aku Nawang Wulan”
Jaka
Tarub : “Nama yang bagus. Aku Jaka
Tarub. Ayo ikuti aku”
Dengan
senangnya Nawang Wulan mengikuti Jaka Tarub menuju rumah Jaka Tarub. Ia
menerima ajakan Jaka Tarub karena tidak tahu harus berbuat apalagi.
(Di kahyangan)
Kakak-kakak
dari Nawang Wulan merasa takut untuk menghadapi ayah mereka. Mereka takut ayah
dan ibu mereka akan marah karena mereka pulang ke kahyangan tanpa Nawang Wulan.
Ketakutan
mereka pun akhirnya benar-benar terjadi.
Raja
Ajisaka : “Kemana adik kalian Nawang Wulan?”
7
Bidadari : (saling menatap 1
sama lain karena ketakutan)
Ratu Sekar
Dewi : “Kemana dia..? Kenapa kalian pulang tanpa adik kalian?”
(menghampiri ke 6 bidadari dan bertanya dengan lembut)
Bidadari
1 : “Maafkan kami ayah, ibu..
Nawang Wulan tidak bias kembali ke kahyangan karena selendangnya hilang”
Bidadari
2 : “Iya ibu, selendang adik
Nawang Wulan tak kunjung kami temukan meskipun sudah kami cari”
Raja
Ajisaka : “Ayah kecewa pada kalian karena tidak bias
menjaga adik kalian” (bicara dengan nada keras)
7
Bidadari : “Maafkan kami
ayah..”
Ratu Sekar
Dewi : “Sudahlah… jangan menyalahkan mereka. Mungkin sudah takdir
Nawang Wulan untuk tinggal di mayapada” (sedih)
Raja
Ajisaka : “Apa yang harus kita lakukan untuk Nawang
Wulan patih hadiyawarman?”
Patih
: “Hamba setuju dengan perkataan Ratu Sekar Dewi, Raja.. Mungkin sudah takdir
Nawang Wulan untuk tinggal di mayapada. Jadi kita tidak perlu melakukan
apa-apa. Berharaplah semoga hal buruk tidak terjadi pada Nawang Wulan”
Raja
Ajisaka : “Baiklah kalau begitu”
Hari demi
hari antara Jaka Tarub dan Nawang Wulan pun telah berlalu. Mereka semakin
menyatu dan saling mengenal satu sama lain. Akhirnya mereka memutuskan untuk
menikah. Tapi ada beberapa pihak yang tidak suka dengan pernikahan mereka.
Orang itu adalah Laras dan Arya.
Laras dan
Arya pun berencana untuk menghancurkan pernikahan Nawang Wulan dan Jaka Tarub.
Laras
: “Aku benci dengan pernikahan mereka”
Arya
: “Aku pun sama halnya dengan kamu”
Laras
: “Kita harus menghancurkan pernikahan mereka”
Arya
: “Tapi apa rencana mu?”
Laras
: “Kamu harus membantu aku untuk mendapatkan Jaka”
Arya
: “Baik, aku akan membantumu, tapi apa imbalannya untukku?”
Laras
: “Sebagai imbalannya aku akan membantumu untuk mendapatkan Nawang Wulan”
Arya
: “Baiklah, aku setuju”
Mereka
berdua pun terus berusaha untuk mengancurkan pernikahan Nawang Wulan dan Jaka
Tarub. Namun akhirnya usaha mereka gagal.
Setelah
pernikahan Nawang Wulan dan Jaka Tarub sudah cukup lama, mereka dikaruniai anak
kembar. Yang satu perempuan dan yang satu laki-laki. Anak mereka bernama Nawang
Asih dan Jaka Tengil.
Setelah
Nawang Asih dan Jaka Tengil beranjak dewasa. Permasalahan antara Jaka Tarub dan
Nawang Wulan pun semakin bertambah.
Terusiklah
rasa ingin tahu JakaTarub tentang Nawang Wulan karena hasutan Arya dan kedua
teman Jaka Tarub yaitu Banyu dan Indra.
Arya
: “Jaka, apakah kamu tidak curiga pada istrimu?”
Jaka
Tarub : “Apa maksudmu?”
Arya
: “Bukankah selama ini istrimu Nawang Wulan selalu melarangmu untuk tidak
membuka bakul yang ia gunakan untuk menanak nasi?”
Jaka
Tarub : “Iya, itu memang benar. Tapi
apa masalahnya?”
Indra
: “Apa kamu tidak curiga kenapa beras di lumbung mu masih utuh, seolah-olah
tidak pernah digunakan”
Banyu
: “Jaka tidak akan pernah curiga teman-teman, karena dia sudah merasa bahagia
mendapatkan istri secantik Nawang Wulan”
Jaka
Tarub : (diam merenungi perkataan
teman-temannya).
Pada saat
Jaka Tarub pulang ke rumah ia melihat istrinya Nawang Wulan sedang
memasak.
Jaka
Tarub : “Assalamu’alaikum…”
Nawang
Wulan : “Wa’alaikumsalam. Akang sudah
pulang rupanya”
Jaka
Tarub : “Iya, ada apa memangnya
Dinda?”
Nawang
Wulan : “Bolehkah aku meminta
tolong?”
Jaka
Tarub : “Meminta tolong untuk apa
dinda?”
Nawang
Wulan : “Tolong jagakan api ini
karena aku sedang memasak nasi”
Jaka
Tarub : “Memangnya dinda mau pergi
kemana?”
Nawang
Wulan : “Aku hendak pergi ke sungai
untuk mencuci pakaian, kang”
Jaka
Tarub : “Baiklah, dinda”
Nawang
Wulan : “Tapi ingat, akang tidak
boleh membuka tutup kukusan ini. Akang harus ingat dengan janji akang”
Jaka
Tarub : “Tenang saja Dinda. Akang
tidak akan lupa dengan janji akang”
Setelah
Nawang Wulan pergi. Jaka Tarub ingat dengan perkataan teman-temannya. Karena
hatinya dipenuh dengan rasa penasaran. Jaka Tarub pun membuka tutup kukusan
yang ada di depannya.
Jaka
Tarub : “Hah, ternyata selama ini
dinda Nawang Wulan hanya memasak dengan setangkai padi. Pantas saja selama ini
padi di lumbung masih banyak.
Nawang Wulan
tiba-tiba datang sepulang dari mencuci pakaian di sungai.
Nawang
Wulan : “Sedang apakah kau akang?”
(bertanya dengan nada keras)
Jaka
Tarub : “A… a… akang tidak sedang
apa-apa dinda” (dengan terbata-bata). “Akang harus pergi ke ladang, ada
pekerjaan yang harus akang selesaikan”
Setelah Jaka
pergi Nawang Wulan pun membuka isi kukusannya. Pada saat itu juga Nawang Wulan
curiga pada suaminya Jaka Tarub karena setangkai padi masih tergolek di
dalamnya. Tahulah ia bahwa suaminya telah membuka kukusan itu hingga
kesaktiannya hilang.
Sejak saat
itulah Nawang Wulan harus menumbuk dan menapi beras untuk dimasak, seperti
wanita pada umumnya. Karena tumpukan padinya terus berkurang, suatu hari Nawang
Wulan menemukan selendang bidadarinya yang terselip diantara tumpukan padi.
Tahulah ia bahwa suaminyalah yang telah menyembunyikan selendang itu.
Nawang
Wulan : “Ternyata selama ini Jaka
Tarub yang menyembunyikan selendangku. Dan karena isi lumbung terus berkurang
pada akhirnya aku bisa menemukannya kembali. Ini pasti sudah menjadi kehendak
yang diatas” (Nawang Wulan bergumam)
Setelah
Nawang Wulan mengetahui bahwa selendangnya dicuri oleh suaminya Jaka Tarub,
Nawang Wulan pun memutuskan untuk kembali ke kahyangan dan meninggalkan Jaka
Tarub dan kedua anaknya.
Nawang
Wulan : “Kakang, maafkan aku, aku
harus pergi”
Jaka
Tarub : “Tapi dinda bagaimana dengan
anak kita Jaka Tengil dan Nawang Asih?”
Nawang
Wulan : “Jaga kedua anak kita, kang”
Jaka
Tarub : “Tapi dinda aku tidak sanggup
menjaga mereka berdua seorang diri”
Nawang
Wulan : “Aku percaya kakang bisa
menjaga kedua anak kita”
Nawang
Asih : “Ibu, jangan tinggalkan Asih sendiri” (menangis sambil
memeluk Ibunya)
Jaka
Tengil : “Iya bu, jangan tinggalkan kami
sendiri”
Nawang
Wulan : “Kalian kan tidak sendiri,
ada ayah kalian disini”
Jaka Tengil
dan Nawang Asih: “Tapi bu, kami ingin ibu bersama kami disini”
Jaka
Tarub : “Apa dinda tega meninggalkan
Asih dan Tengil sendiri tanpa dinda disisi mereka”
Nawang
Wulan : “Tapi disini bukan tempatku.
Tempatku adalah di kahyangan, bukan disini kang” (menangisi kedua anaknya)
Akhirnya
dengan penuh rasa keterpaksaan jaka dan kedua anaknya mengikhlaskan kepergian
Nawang Wulan. Bahkan mereka mengantarkan kepergian Nawang Wulan.
Nawang
Asih : “Ibuuuuuuuuuuuu…” (menangis dan menggengam tangan Nawang
Wulan)
Jaka
Tengil : “Ibuuuuuuuu.. jangan tinggalkan
Tengil bu”
Nawang
Wulan : “Ibu tidak akan pergi jauh
dari kalian, ibu akan mengawasi kalian dari kahyangan”
Jaka
Tarub : “Hati-hati dinda”
Nawang Wulan
pun pergi. Tapi setelah Nawang Wulan kembali ke kahyangan, Nawang Wulan tidak
merasakan kebahagiaan, melainkan penderitaan. Penderitaan Nawang Wulan dan keluarganya
adalah ketika kahyangan mereka di laingit diserbu oleh segerombolan jin jahat
pimpinan raja bintara yang sudah lama ingin mempersunting Nawang Wulan dan ke 6
kakaknya. Keinginan yang tentu saja ditolak mentah-mentah oleh ke 7 bidadari
maupun kedua orang tua mereka.
Raja
Bintara : “Mana ke 7 calon istriku?”
Raja
Ajisaka : “Apa maksudmu?”
Raja
Bintara : “Mana Nawang Wulan dan ke 6 saudarinya?”
Ratu Sekar
Dewi : “Apa maksudmu berbicara seperti itu?”
Raja
Bintara : “Dulu kan saya sudah mengatakan pada kalian
bahwa saya akan mempersunting ke 7 putri kalian”
Bidadari
1 : “Itu kan dulu, sekarang
lain lagi”
7
Bidadari : “Iya, itu kan dulu”
Ratu Sekar
Dewi : “Lagi pula saya sebagai ibu tidak akan mengijinkan ke 7
putri ku untuk menikah denganmu”
Raja
Bintara : “Jangan paksa aku untuk melakukan kekerasan
pada kalian”
Bidadari
5 : “Kami tidak takut dengan
ancaman mu Bintara!”
Raja
Bintara : “Jangan salahakan aku jika terjadi sesuatu
pada putri kalian” (menarik tangan Nawang Wulan)
Raja
Ajisaka : “Lepaskan putriku!”
Raja
Bintara : “Tidak, putrimu akan aku jadikan istri..
ha…ha..ha..”
Raja
Ajisaka : “Patih Hadiyawarman, bawa putriku kembali”
Patih
: “Baik Raja”
Raja
Bintara : “Prajurit, seraaaaaaaaang!”
Peperangan
antara jin dan keluarga kerajaan pun tak dielakkan lagi. Namun akhirnya Raja
Bintara dan jinnya kalah.
Bidadari
2 : “Musnahlah kau”
Setelah
selesainya peperangan itu Nawang Wulan kembali ke mayapada untuk menemui kedua
anaknya.
Jaka Tengil
dan Nawang Asih: “Ibuuuuuuuu”
Nawang
Wulan : “Iya anakku”
Nawang
Asih : “Apakah ibu kembali lagi?”
Nawang
Wulan : “Tidak anakku..”
Jaka
Tengil : “Kenapa bu?”
Nawang
Wulan : “Karena rumah ibu bukan
disini nak”
Jaka
Tarub : “Apakah dinda akan kembali
lagi ke kahyangan?”
Nawang
Wulan : “Iya kang”
Jaka
Tarub : “Lalu bagaimana kalau kami
merindukanmu dinda?”
Nawang
Wulan : “Kenanglah aku ketika kalian
melihat bulan. Maka aku akan menghibur kalian dari atas sana”
Nawang Wulan
pun kembali ke kahyangan, meninggalkan Jaka Tarub dan kedua anaknya. Sejak saat
itu Jaka Tarub dan kedua anaknya selalu menatap rembulan di malam hari untuk
mengenang Nawang Wulan.