Pada zaman dahulu kala, di atas sebuah
bukit kecil yang jauh dari pemukiman penduduk, di daerah Kalimantan Barat
hiduplah seorang janda yang sangat miskin bersama seorang anak gadisnya.
Anak gadis nya sangat cantik, bentuk
tubuhnya sangat indah, rambutnya terurai mengikal sampai ke mata kaki. Poni
rambutnya tersisir rapi dan keningnya sehalus batu cendana. Namun sayang nya ia
memiliki sifat yang buruk.
Gadis itu amat pemalas, tak pernah membantu
ibunya melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah. Kerjanya hanya bersolek setiap
hari.
Selain pemalas, anak gadis itu sikapnya
manja sekali. Segala permintaannya harus dituruti. Setiap kali ia meminta
sesuatu kepada ibunya harus dikabulkan, tanpa memperdulikan keadaan ibunya yang
miskin, setiap hari harus membanting tulang mencari sesuap nasi.
Pada suatu hari anak gadis
itu diajak ibunya turun ke desa untuk berbelanja. Letak pasar desa itu amat
jauh, sehingga mereka harus berjalan kaki yang cukup melelahkan. Anak gadis itu
berjalan melenggang dengan memakai pakaian yang bagus dan bersolek agar orang
dijalan yang melihatnya nanti akan mengagumi kecantikannya. Sementara ibunya
berjalan dibelakang sambil membawa keranjang dengan pakaian sangat dekil.
Karena mereka hidup ditempat terpencil, tak seorangpun mengetahui bahwa kedua
perempuan yang berjalan itu adalah ibu dan anak.
Ketika mereka mulai
memasuki desa, orang-orang desa memandangi mereka. Mereka begitu terpesona
melihat kecantikan anak gadis itu, terutama para pemuda desa yang tak
puas-puasnya memandang wajah gadis itu. Namun ketika melihat orang yang
berjalan dibelakang gadis itu, sungguh kontras keadaannya. Hal itu membuat
orang bertanya-tanya.
Di antara orang yang melihatnya itu,
seorang pemuda mendekati dan bertanya kepada gadis itu, “Hai, gadis cantik.
Apakah yang berjalan dibelakang itu ibumu?”
Namun, apa jawaban anak gadis itu ?
“Bukan,” katanya dengan angkuh. “Ia adalah pembantuku !”
“Bukan,” katanya dengan angkuh. “Ia adalah pembantuku !”
Kedua ibu dan anak itu kemudian
meneruskan perjalanan. Tak seberapa jauh, mendekati lagi seorang pemuda dan
bertanya kepada anak gadis itu.
“Hai, manis. Apakah yang berjalan
dibelakangmu itu ibumu?” “Bukan, bukan,” jawab gadis itu dengan mendongakkan
kepalanya. ” Ia adalah budakk!”
Begitulah setiap gadis itu
bertemu dengan seseorang disepanjang jalan yang menanyakan perihal ibunya,
selalu jawabannya itu. Ibunya diperlakukan sebagai pembantu atau budaknya.
Pada mulanya mendengar
jawaban putrinya yang durhaka jika ditanya orang, si ibu masih dapat menahan
diri. Namun setelah berulang kali didengarnya jawabannya sama dan yang amat
menyakitkan hati, akhirnya si ibu yang malang itu tak dapat menahan diri. Si
ibu berdoa.
“Ya Tuhan, hamba tak kuat menahan hinaan
ini. Anak kandung hamba begitu teganya memperlakukan diri hamba sedemikian
rupa. Ya, tuhan hukumlah anak durhaka ini ! Hukumlah dia….”
Atas kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa,
perlahan-lahan tubuh gadis durhaka itu berubah menjadi batu. Perubahan itu
dimulai dari kaki. Ketika perubahan itu telah mencapai setengah badan, anak
gadis itu menangis memohon ampun kepada ibunya.
” Oh, Ibu..ibu..ampunilah saya,
ampunilah kedurhakaan anakmu selama ini. Ibu…Ibu…ampunilah anakmu..” Anak gadis
itu terus meratap dan menangis memohon kepada ibunya. Akan tetapi, semuanya
telah terlambat. Seluruh tubuh gadis itu akhirnya berubah menjadi batu.
Sekalipun menjadi batu, namun orang dapat melihat bahwa kedua matanya masih
menitikkan air mata, seperti sedang menangis. Oleh karena itu, batu yang
berasal dari gadis yang mendapat kutukan ibunya itu disebut ” Batu Menangis “.