Rabu, 04 Agustus 2021

GERABAH MADURA

 


Salah satu warisan karya budaya yang sangat tua, luas persebaranya, dan bisa bertahan sampai kini ialah gerabah, yakni barang pecah belah dari tanah bakar yang dibuat secara tradisional. Gerabah juga dikenal dengan sebutan tembikar. Gerabah konon sudah dibuat insan semenjak mereka hidup menetap dan mulai bercocok tanam beberapa ribu tahun sebelum tahun masehi, dan kini masih kita dapatkan di seluruh pelosok Nusantara, tidak terkecuali di Pulau Madura.

Pada situs-situs kebudayaan dan purbakala, banyak dijumpai gerabah atau tembikar yang difungsikan sebagai peralatan atau perkakas rumah tangga dan untuk keperluan peribadahan serta penguburan mayat. Gerabah yang paling sederhana dibuat dan dibuat hanya memakai tangan dengan ciri campuran yang garang dan bagian-bagian gerabah tersebut masih dipenuhi oleh jejak-jejak jari. Selain itu, bentuknya kadang tidak simetris.

Tidak terkecuali di Pulau Madura, gerabah dibuat untuk difungsikan sebagai peralatan sehari-hari masyarakat setempat, yang dilakukan secara tradisional menyerupai apa yang dilakukan oleh para pendahuliunya. Kesamaan pembuatan gerabah di Madura kini ini dengan para pendahulunya ialah proses pembuatan dan bentuknya yang masih tradisional sama menyerupai gerabah-gerabah yang dihasilkan pada zaman terdahulu.

Gerabah-gerabah yang dihasilkan oleh para pengrajin di Madura ialah gerabah yang dibuat dari tanah liat yang berwarna kuning dengan pasir halus. Tanah liat hitam sanggup juga dipergunakan tetapi kualitasnya kurang baik.

Beberapa kawasan di Madura menjadi penghasil gerabah, menyerupai di Mandala Andulyang, Duko Ru Baru, Yangkatan Kyangean, Baragung, Pademawa, Dalpenyang Pakaporan, dan Blega Bangkalan. Di antara daerah-daerah tersebut, yang sangat populer ialah Karang Penang Sampang dan Andulang Sumenep. Kedua kawasan tersebut memproduksi gerabah dalam bentuk genteng.

Memang tidak semua kawasan di Madura menghasilkan gerabah. Hal ini disebabkan lantaran tidak semua wilayah di Madura mempunyai struktur tanah liat yang dijadikan materi dasar pembuatan gerabah. Secara umum, tanah-tanah di Madura mengandung pasir yang tinggi, lantaran Pulau Madura dikeliling oleh pantai, sehingga tidak bisa dipakai untuk menciptakan gerabah.

Di antara daerah-daerah penghasil gerabah tersebut ada semacam perjanjian kerja untuk menciptakan barang-barang yang sudah ditentukan secara bebuyutan atau spesialisasi. Dengan spesialisasi ini persaingan sanggup dicegah. Gerabah Madura juga mempunyai kekhasan lokal yang disebabkan oleh keahlian/keterampilan pengrajin, tersedianya bahan, teknik pembuatan, dan teknik pembakaran. Dengan spesialisasi dan ciri khasnya itu, banyak kampung diberi nama sesuai dengan nama jenis tembikar tertentu.

Peralatan pengrajin gerabah Madura ialah alat-alat tradisional yang tidak jauh bedanya dengan yang sudah dipakai pada zaman prasejarah. Alat-alat umum ialah cangkul, linggis, ember, dan alat-alat khusus menyerupai berikut.

Panombuk atau penumbuk berupa bulatan bertangkai untuk alat pembentuk cuilan dalam.

Panempa atau penempa untuk pembentuk dan penghalus cuilan luar berupa sekeping papan.

Pangorek atau pengerok, homogen sabit bermata miring bertangkai panjang untuk menghaluskan cuilan dalam.

Panyabungan, wadah air untuk menetesi gerabah dengan secarik kain semoga gampang dihaluskan.

Pangeled, secarik kain untuk membentuk bibir gerabah.

Pangajakan, homogen nyiru untuk ayakan pasir.

Pangabuan, tempat abu.

Panompal, alat menyisikan bubuk dari pembakaran.

Wer-kower, galah berujung kawat lengkung.

Pamatong, homogen pisau atau kawat pemotong tanah liat.

Pungku, pembakaran gerabah.

Adapun proses pembuatan gerabah dilakukan dengan tahapan-tahapan yang harus dilakukan secara berurutan. Proses pembuatan gerabah tersebut sebagai berikut.

Menyiapkan materi berupa tanah liat.

Mengaduk tanah liat dengan dicampur air.

Setelah jadi adonan, diambil per bongkahan untuk dibuat bentuk kasar.

Dengan memakai kain pangeled, bibir atau pinggiran bongkahan dibuat sehingga bundar melingkar.

Bila yang dibuat homogen periuk, maka dikala pinggiran atau bibir sudah jadi kemudian diangin-anginkan. Baru kemudian menciptakan cuilan perut yang terpisah dengan bibir, kemudian sehabis jadi perut dan bibir disambung dan diperhalus.

Bila yang dibuat bertelinga atau bertangkai, maka dibuatkan indera pendengaran atau tangkai untuk kemudian ditempelkan atau digabungkan dan diperhalus.

Setelah halus dan diteliti kesempurnaannya, kemudian dijemur atau dibakar sampai benar-benar kering.

Langkah terakhir sehabis kering ialah dibersihkan. Namun untuk beberapa kawasan ada yang masih menyempurnakannya dengan cat yang berasal dari lumpur.

Keberadaan pengrajin gerabah di Madura ini telah banyak menunjukkan manfaat, baik untuk pengrajin, pemakai maupun untuk masyarakat umum. Pemakai gerabah Madura memperoleh banyak laba menyerupai harga murah, anti karat, gampang dibersihkan, dan mengurangi polusi. Di samping itu, juga sanggup menyerap banyak tenaga kerja. Kerajinan gerabah ini juga merupakan salah satu cara melestarikan warisan budaya yang telah turun menurun. Mengingat manfaat-manfaatnya tersebut, maka pelestariannya perlu menerima perhatian kita semua. Salah satu caranya dengan menjaga kualitas.

Meski gerabah masih tetap diproduksi, tetapi dalam perkembangannya dihadapkan pada produk-produk modern. Produk-produk modern tersebut tidak hanya proses pembuatannya yang modern, namun juga memakai bahan-bahan yang lebih mudah dan lebih tahan lama, menyerupai dari plastik, karet, besi, dan aluminium. Akibatnya, lambat laun menggeser keberadaan gerabah. Para pengrajin pun juga terancam.

 

Ide Pokok Paragraf Bacaan ‘Gerabah di Pulau Madura’



Paragraf

Ide Pokok

1.

Salah satu di antara warisan karya budaya yang sangat tua, luas persebaranya, dan bisa bertahan sampai kini ialah gerabah, yakni barang pecah belah dari tanah bakar yang dibuat secara tradisional.

2.

Pada situs-situs kebudayaan dan purbakala, banyak dijumpai gerabah atau tembikar yang difungsikan sebagai peralatan atau perkakas rumah tangga dan untuk keperluan peribadahan serta penguburan mayat.

3.

Tak terkecuali di Pulau Madura, gerabah dibuat untuk difungsikan sebagai peralatan sehari-hari masyarakat setempat, yang dilakukan secara tradisional menyerupai apa yang dilakukan oleh para pendahulunya.

4.

Gerabah-gerabah yang dihasilkan oleh para pengrajain di Madura ialah gerabah yang dibuat dari tanah liat yang berwarna kuning dengan pasir halus.

5.

Beberapa kawasan di Madura menjadi penghasil gerabah menyerupai di Mandala Andulyang, Duko Ru Baru, Yangkatan Kyangean, Baragung, Pademawa, Dalpenyang Pakaporan, Blega Byangkalan, dan lain-lain.

6.

Memang tidak semua kawasan di Madura menghasilkan gerabah.

7.

Di antara daerah-daerah penghasil gerabah tersebut ada semacam perjanjian kerja untuk menciptakan baryang-baryang yang sudah ditentukan secara turun temurun atau spesilaisasi.

8.

Peralatan pengrajin gerabah Madura ialah alat-alat tradisional yang tak jauh bedanya dengan yang sudah dipakai pada zaman prasejarah.

9.

Adapun proses pembuatan gerabah dilakukan dengan tahapan-tahapan yang harus dilakukan secara berurutan.

10.

Keberadaan pengrajin gerabah di Madura ini telah banyak menunjukkan manfaat, baik untuk pengrajin, pemakai maupun untuk masyarakat umum.

11.

Meski gerabah masih tetap diproduksi, namun dalam perkembangannya dihadapkan pada produk-produk modern.

 

Menangkal Miskonsepsi: Menuju Implementasi Kurikulum Merdeka yang Sukses

  Menangkal Miskonsepsi: Menuju Implementasi Kurikulum Merdeka yang Sukses Kurikulum Merdeka, diluncurkan Kemendikbudristek tahun 2022, ha...