Salah satu warisan karya budaya yang sangat tua, luas persebaranya, dan bisa bertahan sampai kini ialah gerabah, yakni barang pecah belah dari tanah bakar yang dibuat secara tradisional. Gerabah juga dikenal dengan sebutan tembikar. Gerabah konon sudah dibuat insan semenjak mereka hidup menetap dan mulai bercocok tanam beberapa ribu tahun sebelum tahun masehi, dan kini masih kita dapatkan di seluruh pelosok Nusantara, tidak terkecuali di Pulau Madura.
Pada situs-situs
kebudayaan dan purbakala, banyak dijumpai gerabah atau tembikar yang
difungsikan sebagai peralatan atau perkakas rumah tangga dan untuk keperluan
peribadahan serta penguburan mayat. Gerabah yang paling sederhana dibuat dan
dibuat hanya memakai tangan dengan ciri campuran yang garang dan bagian-bagian
gerabah tersebut masih dipenuhi oleh jejak-jejak jari. Selain itu, bentuknya
kadang tidak simetris.
Tidak terkecuali di Pulau
Madura, gerabah dibuat untuk difungsikan sebagai peralatan sehari-hari
masyarakat setempat, yang dilakukan secara tradisional menyerupai apa yang
dilakukan oleh para pendahuliunya. Kesamaan pembuatan gerabah di Madura kini
ini dengan para pendahulunya ialah proses pembuatan dan bentuknya yang masih
tradisional sama menyerupai gerabah-gerabah yang dihasilkan pada zaman terdahulu.
Gerabah-gerabah yang
dihasilkan oleh para pengrajin di Madura ialah gerabah yang dibuat dari tanah
liat yang berwarna kuning dengan pasir halus. Tanah liat hitam sanggup juga
dipergunakan tetapi kualitasnya kurang baik.
Beberapa kawasan di
Madura menjadi penghasil gerabah, menyerupai di Mandala Andulyang, Duko Ru
Baru, Yangkatan Kyangean, Baragung, Pademawa, Dalpenyang Pakaporan, dan Blega
Bangkalan. Di antara daerah-daerah tersebut, yang sangat populer ialah Karang
Penang Sampang dan Andulang Sumenep. Kedua kawasan tersebut memproduksi gerabah
dalam bentuk genteng.
Memang tidak semua
kawasan di Madura menghasilkan gerabah. Hal ini disebabkan lantaran tidak semua
wilayah di Madura mempunyai struktur tanah liat yang dijadikan materi dasar
pembuatan gerabah. Secara umum, tanah-tanah di Madura mengandung pasir yang
tinggi, lantaran Pulau Madura dikeliling oleh pantai, sehingga tidak bisa
dipakai untuk menciptakan gerabah.
Di antara daerah-daerah
penghasil gerabah tersebut ada semacam perjanjian kerja untuk menciptakan
barang-barang yang sudah ditentukan secara bebuyutan atau spesialisasi. Dengan
spesialisasi ini persaingan sanggup dicegah. Gerabah Madura juga mempunyai
kekhasan lokal yang disebabkan oleh keahlian/keterampilan pengrajin,
tersedianya bahan, teknik pembuatan, dan teknik pembakaran. Dengan spesialisasi
dan ciri khasnya itu, banyak kampung diberi nama sesuai dengan nama jenis
tembikar tertentu.
Peralatan pengrajin
gerabah Madura ialah alat-alat tradisional yang tidak jauh bedanya dengan yang
sudah dipakai pada zaman prasejarah. Alat-alat umum ialah cangkul, linggis,
ember, dan alat-alat khusus menyerupai berikut.
Panombuk atau penumbuk
berupa bulatan bertangkai untuk alat pembentuk cuilan dalam.
Panempa atau penempa
untuk pembentuk dan penghalus cuilan luar berupa sekeping papan.
Pangorek atau pengerok,
homogen sabit bermata miring bertangkai panjang untuk menghaluskan cuilan
dalam.
Panyabungan, wadah air
untuk menetesi gerabah dengan secarik kain semoga gampang dihaluskan.
Pangeled, secarik kain
untuk membentuk bibir gerabah.
Pangajakan, homogen nyiru
untuk ayakan pasir.
Pangabuan, tempat abu.
Panompal, alat menyisikan
bubuk dari pembakaran.
Wer-kower, galah berujung
kawat lengkung.
Pamatong, homogen pisau
atau kawat pemotong tanah liat.
Pungku, pembakaran
gerabah.
Adapun proses pembuatan
gerabah dilakukan dengan tahapan-tahapan yang harus dilakukan secara berurutan.
Proses pembuatan gerabah tersebut sebagai berikut.
Menyiapkan materi berupa
tanah liat.
Mengaduk tanah liat dengan dicampur air.
Setelah jadi adonan,
diambil per bongkahan untuk dibuat bentuk kasar.
Dengan memakai kain
pangeled, bibir atau pinggiran bongkahan dibuat sehingga bundar melingkar.
Bila yang dibuat homogen
periuk, maka dikala pinggiran atau bibir sudah jadi kemudian diangin-anginkan.
Baru kemudian menciptakan cuilan perut yang terpisah dengan bibir, kemudian
sehabis jadi perut dan bibir disambung dan diperhalus.
Bila yang dibuat
bertelinga atau bertangkai, maka dibuatkan indera pendengaran atau tangkai
untuk kemudian ditempelkan atau digabungkan dan diperhalus.
Setelah halus dan
diteliti kesempurnaannya, kemudian dijemur atau dibakar sampai benar-benar
kering.
Langkah terakhir sehabis
kering ialah dibersihkan. Namun untuk beberapa kawasan ada yang masih
menyempurnakannya dengan cat yang berasal dari lumpur.
Keberadaan pengrajin
gerabah di Madura ini telah banyak menunjukkan manfaat, baik untuk pengrajin,
pemakai maupun untuk masyarakat umum. Pemakai gerabah Madura memperoleh banyak
laba menyerupai harga murah, anti karat, gampang dibersihkan, dan mengurangi
polusi. Di samping itu, juga sanggup menyerap banyak tenaga kerja. Kerajinan
gerabah ini juga merupakan salah satu cara melestarikan warisan budaya yang
telah turun menurun. Mengingat manfaat-manfaatnya tersebut, maka pelestariannya
perlu menerima perhatian kita semua. Salah satu caranya dengan menjaga
kualitas.
Meski gerabah masih tetap
diproduksi, tetapi dalam perkembangannya dihadapkan pada produk-produk modern.
Produk-produk modern tersebut tidak hanya proses pembuatannya yang modern,
namun juga memakai bahan-bahan yang lebih mudah dan lebih tahan lama,
menyerupai dari plastik, karet, besi, dan aluminium. Akibatnya, lambat laun
menggeser keberadaan gerabah. Para pengrajin pun juga terancam.
Ide Pokok Paragraf Bacaan
‘Gerabah di Pulau Madura’
Paragraf |
Ide Pokok |
1. |
Salah satu di antara
warisan karya budaya yang sangat tua, luas persebaranya, dan bisa bertahan
sampai kini ialah gerabah, yakni barang pecah belah dari tanah bakar yang
dibuat secara tradisional. |
2. |
Pada situs-situs
kebudayaan dan purbakala, banyak dijumpai gerabah atau tembikar yang
difungsikan sebagai peralatan atau perkakas rumah tangga dan untuk keperluan
peribadahan serta penguburan mayat. |
3. |
Tak terkecuali di Pulau
Madura, gerabah dibuat untuk difungsikan sebagai peralatan sehari-hari
masyarakat setempat, yang dilakukan secara tradisional menyerupai apa yang
dilakukan oleh para pendahulunya. |
4. |
Gerabah-gerabah yang
dihasilkan oleh para pengrajain di Madura ialah gerabah yang dibuat dari
tanah liat yang berwarna kuning dengan pasir halus. |
5. |
Beberapa kawasan di
Madura menjadi penghasil gerabah menyerupai di Mandala Andulyang, Duko Ru
Baru, Yangkatan Kyangean, Baragung, Pademawa, Dalpenyang Pakaporan, Blega
Byangkalan, dan lain-lain. |
6. |
Memang tidak semua
kawasan di Madura menghasilkan gerabah. |
7. |
Di antara daerah-daerah
penghasil gerabah tersebut ada semacam perjanjian kerja untuk menciptakan
baryang-baryang yang sudah ditentukan secara turun temurun atau spesilaisasi. |
8. |
Peralatan pengrajin
gerabah Madura ialah alat-alat tradisional yang tak jauh bedanya dengan yang
sudah dipakai pada zaman prasejarah. |
9. |
Adapun proses pembuatan
gerabah dilakukan dengan tahapan-tahapan yang harus dilakukan secara
berurutan. |
10. |
Keberadaan pengrajin
gerabah di Madura ini telah banyak menunjukkan manfaat, baik untuk pengrajin,
pemakai maupun untuk masyarakat umum. |
11. |
Meski gerabah masih
tetap diproduksi, namun dalam perkembangannya dihadapkan pada produk-produk
modern. |